Kabupaten Bekasi – Ribuan pedagang Pasar Induk Cibitung, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Bekasi terbengkalai dan terancam gagal direlokasi akibat konflik internal perusahaan yang mengerjakan proyek pembangunan pasar tersebut.
Pasalnya, ada dua perusahaan yang mengklaim berhak mengerjakan proyek senilai Rp200 miliar tersebut, yakni PT Citra Prasasti Konsorindo (Cipako) cabang Sampang dan pusat.
Dampaknya, progres pembangunan pasar terhambat. Lapak baru yangseharusnya bisa ditempati pada Januari lalu, saat ini belum rampung dikerjakan. Para pedagang pun terpaksa gigit jari menanti proses penyelesaian pembangunan dari perusahaan tersebut.
Soekarno (40), pedagang tomat di Pasar Induk Cibitung mengatakan, para pedagang sudah tidak kuat bertahan di lokasi penampungan sementara yang terletak di belakang pasar.
“Di sana enggak ada yang beli. Karena aksesnya susah, jalan kecil, becek, kalau hujan banjir. Pembeli malas ke sana. Maunya buru-buru pindah,” katanya, Selasa (14/2/2023).
Dia mengatakan, banyak pedagang yang merugi karena sepi pembeli. Sementara itu, mereka juga tetap harus menanggung biaya iuran kepada kedua belah pihak yang saling mengklaim sebagai pengelola pasar.
“Jadi banyak surat yang masuk ke pedagang, katanya harus bayar ke anu, ke situ. Lah kami pedagang bingung mana pihak yang benar,” ujarnya.
Plt Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Bekasi, Gatot Purnomo menganggap pembangunan Pasar Induk Cibitung wanprestasi. Karena tidak sesuai dengan surat perjanjian antara Pemkab Bekasi dan PT Cipako cabang Sampang selaku pemenang tender.
Hal itu dikarenakan PT Cipako pusat disebutkannya telah mengambil alih proyek secara sepihak meski Pemkab Bekasi belum melakukan adendum.
“Kenyataannya di lapangan ditemukan wanprestasi. Proyek yang seharusnya dikerjakan oleh PT Cipako cabang Sampang, tapi sekarang dikerjakan oleh pusat,” kata Gatot.
Gatot akan memanggil kedua belah pihak untuk saling menjelaskan duduk perkara dan melaporkan persoalan tersebut ke Penjabat Bupati Bekasi Dani Ramdan untuk kemudian dibahas oleh Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD).
“Perjanjian ini berangkatnya dari TKKSD, inisiatifnya dari Dinas Perdagangan. Hasil temuan ini akan kami laporkan ke pimpinan, kemudian akan kami bahas di TKKSD untuk rekomendasi atau keputusan final,” ucapnya.
Gatot menambahkan apabila hal seperti ini terjadi, maka penyelesaian kasusnya harus mengikuti prosedur hukum berdasarkan undang-undang.
“Apabila ada perselisihan diawali dari wanprestasi, kami sudah menemukan wanprestasi di sini, mitra kami (Cipako cabang Sampang) diberikan kewajiban menjaga aset pemda, tapi diserobot pihak lain tanpa ada adendum. Ada tahapan undang-undang yang harus dilalui. Kalau tidak selesai dengan musyawarah mungkin harus dengan proses pengadilan,” tutur Gatot.
Dia berharap nantinya keputusan yang diambil bisa mengutamakan kepentingan 2.500 pedagang. Pasalnya, kontrak yang diajukan tak hahya terkait pembangunan, namun juga pengelolaan pasar dan pedagang selama 30 tahun ke depan.
“Ini bukan hanya berbicara pembangunan fisik saja. Tapi juga pengelolaan jangka panjang. Saya tidak membela siapa pun, tapi harap keputusannya nanti akan berpihak kepada para pedagang itu sendiri,” ujarnya.
Wakil Manager PT Cipako Sampang, Erwin mengatakan, sejak dua bulan lalu pihaknya tidak bisa melanjutkan pekerjaan karena kisruh internal tersebut. Bahkan, ada sejumlah intimidasi yang dialami para pekerja.
Hal itu dikarenakan PT Cipako cabang Sampang ditutup secara sepihak oleh pusat tanpa musyawarah. Oleh sebab itu, PT Cipako pusat merasa berhak mengambil alih kontrak kerja anak perusahaannya.
“Karena ada berbagai upaya ini jadi kami tidak bisa melanjutkan pekerjaan. Kalau dibilang wanprestasi ya memang kondisinya demikian. Tinggal nanti bagaimana kami mempertanggungjawabkannya,” tuturnya.
Erwin menjelaskan akibat kisruh ini pembangunannya terhambat. Seharusnya, pada Februari ini pembangunan telah mencapai 90 persen. Namun saat ini pembangunan Pasar Induk Cibitung baru mencapai 75 persen(biz).