Kabupaten Bekasi – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Bekasi meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) dan Pilkada Serentak Tahun 2024, di Grande Valore Hotel, Jl. Jababeka Raya, Kecamatan Cikarang Selatan, Selasa (5/11) siang.
Peluncuran IKP ini dirangkaikan bersamaan dengan kegiatan Sosialisasi “Pengawasan Partisipasi Pemilih kepada Elemen Masyarakat di Kabupaten Bekasi pada Pilkada Serentak Tahun 2024”.
Ketua Bawaslu Kabupaten Bekasi, Akbar Khadafi mengatakan, bahwa IKP ini merupakan sistem peringatan dini yang berguna untuk memetakan potensi kerawanan dalam penyelenggaraan pemilu.
IKP ini disusun berdasarkan riset Bawaslu di seluruh wilayah kecamatan dan desa pada Pemilu 2019, Pemilu 2024, dan Pilkada 2016-2017 sebagai parameter guna mengukur sehat atau tidaknya pesta demokrasi di Kabupaten Bekasi. “IKP ini pun sebagai langkah mitigasi Bawaslu Kabupaten Bekasi terhadap persiapan pelaksanaan Pilkada 2024,” kata Akbar.
Menurut Akbar, IKP disusun atas tiga dimensi yang menjadi tolok ukurnya. Yakni, dimensi dalam konteks sosial-politik, kontestasi, dan penyelenggaraan pemilu. “Ketiga dimensi tersebut mencakup sub dimensi kemanan, kampanye calon, dan pelaksanaan pemungutan suara,” ungkapnya.
Berdasarkan data IKP, tercatat ada tujuh kecamatan di Kabupaten Bekasi yang terkategori sebagai Rawan-Tinggi. Yaitu, Kecamatan Cibitung, Cabangbungin, Tambun Utara, Tambun Selatan, Pabayuran, Cikarang Barat, dan Tarumajaya.
Ada sejumlah kejadian yang membuat wilayah-wilayah tersebut menyandang status Rawan-Tinggi, di antaranya yaitu pernah ada Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) baik pada Pileg tahun 2024 maupun 2019 seperti terjadi di Kecamatan Cibitung, Pabayuran, Tambun Selatan dan Cikarang Barat.
“Kemudian adalah daerah rawan banjir dan adanya riwayat kekurangan logistik yang terjadi di Tambun Utara, Cabangbungin, dan Tambun Selatan,” ujar Akbar.
Terkait logistik Pemilu, menurut Akbar, gudang logistik di kantor kecamatan juga perlu perhatian KPUD. Pasalnya, tidak semua kantor kecamatan/desa mempunyai gudang yang representatif sebagai tempat penyimpanan surat suara.
Yang juga menarik, adalah data terkait adanya pelanggaran yang muncul akibat netralitas penyelenggara serta rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat TPS dan kecamatan.
Dijelaskan Akbar, pelanggaran paling banyak terjadi pada saat pemungutan dan penghitungan suara, khususnya pada saat rekapitulasi suara. Hal itu dibuktikan ketika pasca rekap di tingkat kecamatan banyak Caleg yang melaporkan adanya dugaan (pelanggaran) dari sisi tata cara prosedurnya (rekap).
“Secara total, pada Pemilu 2024 kemarin ada 8 pelanggaran administratif ditemukan pada saat pemungutan dan penghitungan suara, itu terjadi di Pabayuran dan Cikarang Barat, yang kami putuskan (sebagai pelanggaran-red). Untuk itu, kami sudah memberikan rekomendasi ke KPUD,” ungkapnya.
Indikator kejadian lainnya dalam kategori Rawan-Tinggi ini adalah berkenaan dengan data/daftar pemilih, kecamatan yang dekat wilayah perbatasan, dan TPS yang lokasinya berdekatan dengan posko pemenangan. “TPS yang ditempatkan di dekat posko pemenangan atau di rumah tokoh-tokoh pun rawan terjadi intimidasi,” terang Akbar.
Sementara kecamatan lainnya masuk dalam kategori Rawan-Sedang dan Rawan-Rendah. Yang masuk dalam kategori Rawan-Sedang di antaranya meliputi, Kecamatan Muaragbong, Setu, Babelan, Sukatani, Cikarang Selatan, Cikarang Timur, Karang Bahagia, Kedung Waringin dan Cikarang Utara.
Rata-rata persoalan kecamatan tersebut berkaitan dengan kendala jaringan internet, data pemilih, lokasi TPS yang rawan banjir, dan wilayahnya dekat perbatasan.
“Di Muaragembong misalnya, ada dua desa yang rawan banjir rob dan terkendala jaringan internet. Di Babelan juga permasalahannya rawan banjir, data pemilih, dan kekurangan logiatik. Cikarang Timur pun punya riwayat gudang logiatiknya terendam banjir,” jelas Akbar.
Kemudian, untuk kecamatan yang masuk kategori Rawan-Rendah yakni Bojongmangu, Cibarusah, Cikarang Pusat, Sukakarya, Tambelang, Serang Baru dan Sukawangi. Persoalan yang ditemukan di tujuh kecamatan tersebut adalah rawan banjir, data pemilih, dan dekat dengan perbatasan.
Bawaslu Kabupaten Bekasi, kata Akbar berupaya mencegah dan memitigasi kerawanan ini kepada berbagai pihak. “Misalkan dengan kami menyampaikan temuan yang didapat ke aparat keamanan. Kemudian kami juga menyampaikan Saran perbaikan ataupun rekomendasi ke KPUD. Sebab dalam dimensi terakhir itu konteks penyelenggara hampir di fase penghitungan banyak yang melanggar administratif, dan itu yang kita ingatkan,” ujarnya.
Di sisi lain, pada sisa 19 hari menuju masa tenang atau 22 hari sampai waktu pemungutan suara, Bawaslu menyayangkan, bahwa dari 4.236 TPS se-Kabupaten Bekasi, lokasi TPS khusus hanya ada di dua tempat yaitu STTD dan Lapas II Cikarang. “TPS khusus ini harusnya diperbanyak, dan ditempatkan juga TPS-TPS khusus di lokasi industri untuk mengakomodasi para pekerja dan warga di sekitaran pabrik,” imbuhnya.
Nampak hadir dalam kegiatan ini unsur Forkopimda Kabupaten Bekasi, perwakilan KPUD Kabupaten Bekasi, FKUB, MUI Kabupaten Bekasi, Forum BPD Kabupaten Bekasi, organisasi keagamaan masyarakat, kepemudaan, tokoh agama dan masyarakat Kabupaten Bekasi(Rafi).